Logisisme memandang bahwa matematika sebagai bagian dari
logika. Penganutnya antara lain G. Leibniz, G. Frege (1893), B.
Russell (1919), A.N. Whitehead dan R. Carnap(1931).
Pengakuan Bertrand Russell menerima logisime adalah yang paling
jelas dan dalam rumusan yang sangat ekspilisit. Pernyataan penting
yang dikemukakannya, yaitu
- Semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika;
- semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata (Ernest, 1991)
Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
- Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.
- Teorema Ketiddaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran matematika.
- Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
2. Instuisionisme
L.E.J. Brouwer ( ), berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia.
Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada
apabila tidak ada akal budi manusia memikirkannya.
Intuisionisme menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika,
keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal
dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui kaitan dengan
obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran logika
bahwa yang benar itu p atau bukan p (Anglin, 1994).
Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika
menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksioma-aksioma
intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam
pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusif pada
keyakinan yang subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan
intusionisme) tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif semata
(Ernest, 1991).
3. Formalisme
David Hilbert (1642 –1943) berpendapat bahwa matematika adalah
tidak lebih atau tidak kurang sebagai bahasa matematika. Hal ini
disederhanakan sebagai deretan permainan dengan rangkaian
tanda –tanda linguistik, seperti huruf-huruf dalam alpabet Bahasa
Inggeris. Bilangan dua ditandai oleh beberapa tanda seperti 2 atau II
Pada saat kita membaca kadang-kadang kita memaknai bacaan
secara matematika, tetapi sebaliknya istilah matematika tidak
memiliki sebarang perluasan makna (Anglin, 1994).
(Ernest, 1991), Formalis memandang matematika sebagai suatu
permainan formal yang tak bermakna (meaningless) dengan tulisan
pada kertas, yang mengikuti aturan. Formalis memiliki dua tesis,
yaituMatematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak
dapat ditafsirkan sebarangan, kebenaran matematika disajikan
melalui teorema-teorema formal.Keamanan dari sistem formal ini
dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak
konsistenan.
Sumber Buku:
Untuk lebih jelasnya teman teman dapat mengunduh file dibawah ini untuk dapat lebih memahami materi filsafat matematika berikut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar